KOTA TASIKMALAYA, Reportasexpost.com – Penutupan galian C di Kota Tasikmalaya membawa dampak serius bagi para pekerja yang menggantungkan hidup dari sektor ini. Banyak buruh, termasuk tukang batu, sopir, dan pekerja harian lainnya, kini menganggur dan kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga. Kamis (6/2/2025)
Salah satu pekerja, Ios Rosana, mengungkapkan keresahannya setelah tambang tempatnya bekerja ditutup. Ia bersama sekitar 50 rekan sesama tukang batu kini tidak memiliki penghasilan.
“Sudah satu minggu ini kami tidak bekerja. Anak saya sampai menuntut di rumah karena tidak ada biaya sekolah. Begitu juga teman-teman yang lain, semuanya jadi pengangguran,” ujarnya.
Sebelum penutupan, mereka bisa mendapatkan upah harian sekitar Rp50.000 hingga Rp100.000. Namun kini, mereka harus mencari pekerjaan serabutan yang tidak menentu, seperti membersihkan empang atau kerja kasar lainnya.
“Sekarang aktivitasnya serabutan. Kalau ada yang menyuruh bersihkan kolam atau empang, ya dikerjakan. Tapi itu tidak cukup untuk bertahan lama. Banyak yang sekarang hidup dengan utang,” tambahnya.
Untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, banyak pekerja terpaksa meminjam uang dari bank emok, ( sebuah sistem kredit mikro yang umum digunakan masyarakat ). Namun, pinjaman ini justru menambah beban mereka karena harus mengangsur setiap minggu dengan bunga yang cukup tinggi.
“Sekarang bukan hanya sulit cari makan, tapi juga dikejar-kejar cicilan. Banyak yang sudah pinjam ke bank emok untuk biaya hidup sehari-hari,” kata seorang pekerja lainnya.
Tak hanya pekerja tambang, dampak juga dirasakan oleh sopir truk dan pekerja bangunan yang biasanya bergantung pada pasokan material dari galian C.
Para pekerja meminta kepada DPRD Kota Tasikmalaya agar mendorong kebijakan yang memungkinkan galian C kembali beroperasi. Mereka berharap ada solusi, seperti revisi aturan perizinan, agar usaha tambang kecil tetap bisa berjalan tanpa melanggar hukum.
“Kami hanya ingin bekerja lagi. Tolong kepada pemerintah dan anggota Dewan, bantu kami. Kalau tambang ini tidak beroperasi, bagaimana kami bisa menghidupi anak istri?” kata Ios Rosana.
Wilayah yang paling terdampak akibat penutupan ini antara lain Kecamatan Mangkubumi, Tawang, dan Bungursari, di mana banyak masyarakat menggantungkan hidup dari sektor galian C.
Para pekerja kini menunggu respons dari pemerintah setempat dan berharap ada langkah konkret untuk menyelamatkan mata pencaharian mereka sebelum kondisi ekonomi semakin memburuk. Pungkasnya
Sebagai pengelola tambang galian C Jajang Kadarusman menyampaikan “Dampak penutupan aktivitas tambang Galian C di Kota Tasikmalaya telah berdampak signifikan terhadap ribuan pekerja yang menggantungkan hidup dari sektor ini. Para buruh, termasuk tukang batu, sopir truk, tukang gorek, serta pedagang kecil, kini kehilangan penghasilan yang sebelumnya berkisar antara Rp50.000 hingga Rp100.000 per hari.
Jajang pun menjelaskan “Sebagai pengelola tambang, kendala utama dalam perizinan Galian C adalah aturan dari Kementerian PUTR Pusat yang mensyaratkan luas minimal 5 hektare untuk mendapatkan izin resmi. Sementara itu, gunung-gunung yang ada di Kota Tasikmalaya rata-rata hanya seluas 1 hingga 2 hektar, sehingga sulit memenuhi ketentuan tersebut.
“Kami sebenarnya ingin mengurus izin, tapi terbentur dengan aturan. Mayoritas lahan yang dikelola di Kota Tasikmalaya tidak mencapai luas yang disyaratkan, sehingga tidak bisa mendapatkan izin dari PUTR pusat,” Ungkapnya
Akibatnya, banyak pekerja tambang kini menganggur dan kesulitan mencari sumber penghasilan lain. Daerah yang paling terdampak adalah Kecamatan Mangkubumi, Tamansari, dan Bungursari, di mana sebagian besar warga bergantung pada sektor pertambangan kecil ini.
Masyarakat dan pengelola tambang berharap ada kebijakan dari pemerintah daerah maupun DPRD Kota Tasikmalaya untuk mencari solusi terbaik. Mereka mengusulkan agar regulasi terkait perizinan tambang di daerah dengan lahan kecil dapat ditinjau kembali sehingga kegiatan ekonomi masyarakat tetap berjalan tanpa melanggar aturan yang ada.
“Kami mohon kepada pemerintah, anggota dewan, dan aparat terkait untuk membantu mencarikan solusi bagi masyarakat kecil yang bergantung pada galian ini. Jika ada peraturan daerah (Perda) yang memungkinkan tambang dengan luas kecil untuk tetap beroperasi dengan mekanisme yang lebih sederhana, tentu itu akan sangat membantu,” tambahnya.
Saat ini, sebagian pengusaha hanya bisa mengurus izin gangguan lingkungan sebagai alternatif, namun itu tidak cukup untuk mengatasi masalah utama yang dihadapi oleh ribuan pekerja yang terdampak.
Para pekerja dan pengelola tambang berharap adanya perhatian lebih dari pemerintah baik pusat maupun daerah agar memikirkan perekonomian buruh tambang tidak semakin terpuruk. Pungkasnya
(Ujang)