JAKARTA, Reportasexpost.com – Aroma relaksasi mewah yang ditawarkan Comfort Spa di kawasan Sentra Latumenten, Jelambar Baru, Jakarta Barat, ternyata menyimpan kontroversi. Tempat hiburan yang mengusung konsep spa dan karaoke eksklusif itu diduga kuat menjadi kedok praktik prostitusi terselubung yang marak dipromosikan secara vulgar di media sosial.
Laporan investigatif yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan, Comfort Spa memasarkan layanan seksual dengan embel-embel “plus-plus” melalui platform seperti Instagram, TikTok, dan Facebook. Bahkan, dalam pesan langsung kepada calon pelanggan, pengelola secara terbuka mengirimkan katalog terapis beserta tarif dan jenis layanan yang ditawarkan.
Seorang pengunjung, sebut saja Rudy (38), membenarkan praktik tersebut. “Begitu masuk, langsung ditawari paket spesial. Terapisnya menawarkan layanan intim, tarifnya bisa jutaan rupiah, tergantung permintaan. Kamarnya mewah, seperti kamar hotel, lengkap dengan karaoke dan fasilitas lainnya,” ungkap Rudy kepada wartawan, Minggu (15/6/2025).
Tak hanya itu, wartawan yang mencoba berinteraksi dengan admin Comfort Spa juga menerima sejumlah gambar wanita berpakaian minim disertai penawaran layanan seksual eksplisit. Terdapat pula opsi layanan berisiko tinggi, seperti threesome, lengkap dengan permintaan membawa alat kontrasepsi pribadi.
Ironisnya, Kepala Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jakarta Barat, Dedi Sumardi, justru memilih irit bicara saat dimintai tanggapan atas temuan ini. Dedi menyebut pihaknya telah menindaklanjuti pemberitaan yang beredar, namun tak bersedia mengungkap hasil pemeriksaan secara detail.
“Kami sudah perintahkan Kasi Pengawasan untuk menindaklanjuti, tapi saya belum menerima laporan secara lengkap,” ujar Dedi singkat, Selasa (17/6/2025).
Sikap bungkam ini menimbulkan tanda tanya besar terkait keseriusan pemerintah dalam mengawasi dan menertibkan tempat hiburan yang menyimpang dari izin operasional.
Jika dugaan tersebut terbukti, aktivitas di Comfort Spa jelas melanggar sejumlah peraturan daerah. Antara lain, Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang melarang prostitusi, serta Pergub No. 18 Tahun 2018 yang menegaskan bahwa tempat spa hanya boleh memberikan layanan relaksasi dan kesehatan.
Pengamat kebijakan publik Awy Eziary, S.H., S.E., M.M., mengkritisi lemahnya pengawasan pemerintah dan menilai fenomena ini sebagai bentuk pembiaran. “Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi ancaman nyata bagi nilai moral masyarakat. Apalagi lokasi spa ini berada di area permukiman warga. Pemerintah harus bertindak cepat dan tegas,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak pengelola Comfort Spa belum memberikan klarifikasi resmi. Upaya konfirmasi wartawan di lokasi juga dihadang oleh petugas keamanan yang melarang masuk ke dalam area usaha.
Kasus ini memperlihatkan celah besar dalam pengawasan pemerintah terhadap tempat hiburan malam di ibu kota. Masyarakat kini mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan aparat penegak hukum untuk tidak hanya memberi sanksi administratif, tapi juga mengusut kemungkinan praktik perdagangan manusia dan eksploitasi seksual yang lebih dalam.
Skandal yang membayangi Comfort Spa bukan hanya persoalan pelanggaran hukum, tetapi juga ujian terhadap integritas pemerintah dalam menjaga ketertiban dan moral publik. Saat kemewahan menjadi kedok untuk eksploitasi, negara tak boleh tinggal diam. Penindakan tegas dan transparansi menjadi satu-satunya jalan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.